Menikah…
Selain dari mereka yang memilih hidup untuk tidak menikah,
diluar sana pasti banyak sekali wanita yang menginginkannya. Menentukan
kriteria, memasang target, menerima perjodohan atau mungkin memimpikannya
tetapi terlalu asik dengan karirnya. Banyak cerita dan alasan.
Menikah bagiku adalah mimpi yang telah aku rancang sejak
duduk dibangku sekolah menengah pertama. Mimpi yang ingin ku wujudkan diusia 23
tahun.
23 tahun itu hasil dari perhitungan matang termasuk
didalamnya masa kerja setelah lulus kuliah, yang artinya kuliahku harus selesai
tepat waktu.
23 tahun? menikah muda? itu tak mengapa bagiku.
Banyak cerita tentang menikah muda dan aku termasuk yang optimis tentang hal
ini.
***
“cantiknya anak mama” pujian mama seketika setelah melihat
penampilanku
“makasih mah, hemmm rasanya ga karuan mah” ungkapku
“itu biasa, mema juga dulu begitu, nikmatilah hari bahagiamu
rin” jawab mama sambil menggenggam erat tanganku yang mulai bergetar tanpa
irama merdu.
Hari ini mimpiku terwujud, menikah diusia 23 tahun. Sebuah
tekad kuat dan Tuhan mengabulkannya. Bagiku mungkin Tuhan mengerti keinginan
hatiku. Bukan sekedar tentang menikah muda tetapi ini tentang sebuah kerinduan.
***
“mah… kali ini aku ingin serius bertanya” kataku meyakinkan
“iya ada apa rin?”
“kapan aku bisa tahu dan berjumpa papa?”
“kapan aku bisa tahu dan berjumpa papa?”
“hmmm… bila kau dewasa dan akan menikah, mama janji, papamu
akan ada mendampingimu. Hanya saja saat ini belum bisa rin”
Sejak hari itu, setiap hari kulewati dengan terus mengingat
janji mama dan berdoa supaya papa sehat selalu. Banyak alasan sebenarnya untuk
bisa tak mempedulikannya, tetapi tetap saja aku peduli. Mama pernah berkata
“rin, bila kau ingin mengenali papamu, bercerminlah, kau mewarisi wajahnya.
Bila kau ingin merasakan pelukannya, katakana pada mama, kami punya pelukan
yang sama”.
***
Dua pasang mata yang membuatku tak berdaya. Pandangan dua
pria yang hampir sama, yang satu ku kenali pandangan itu, dia pria yang akan
kunikahi. Yang sepasang lainnya baru tetapi seperti dekat denganku. Senyumnya,
cara dia menaikkan alis kanannya dan
tahi lalat di bawah mata. Inilah pria yang dari awal persiapan
pernikahanku 10 kali menelponku. Tidak lama hanya selalu membuatku tak sabar
menanti hari ini.
Hari ini kami bertemu. Hari ini aku bisa melihat wajahku
dalam wujud pria dengan tinggi badan sedikit melebihi sang mempelai pria. Kulit
coklat dengan sedikit jenggot dan kumis
diwajahnya. Bahu yang sangat lebar.
Hari yang ku nantikan untuk bisa menikmati tatapan matanya.
Pelukan yang selama ini diwakili, sekarang bisa kurasakan sedikit bedanya.
Bedanya berada pada pelukan tubuh yang besar, kecupan dengan tambahan kumis dan
jenggot yang bisa kurasakan gelinya menyapa wajahku.
Papa bukan pria yang kaku, apalagi saat dia mengajakku
berdansa. Mungkin ini bonus untuk mimpiku. Berdansa dengannya yang artinya aku
bisa lebih lama untuk menggenggam tangannya, menatap wajahnya, memeluknya
sambil terus menikmati aroma tubuhnya.
***
“rina, ini ada surat titipan dari papa semalam” kata mama
sambil menyodorkan setumpuk surat.
Setempuk surat yang telah papa buat sejak aku masih dalam
kandungan mama. Setiap rindu dan sayang yang ingin di ungkapkan tetapi tak bisa
disampaikannya. Bahkan surat terakhir setelah dia usai menghadiri pernikahanku
sebelum akhirnya dia jatuh tak sadarkan diri didekat tempat tidurnya.
Banyak cerita yang dia sampaikan disurat. Aku pun paham,
kenapa dia tak menikah. Aku bisa mengartikan tatapan ibu yang bahagia kemarin.
Cinta yang mereka tetap jaga dengan janji yang ditepati walaupun tak bisa bersatu.
“Selamat jalan papa, terima kasih. Aku menyayangimu…”
bisikku pada telinga dari tubuh yang telah kaku dan dingin
#NonaHana #08071
Tidak ada komentar:
Posting Komentar