Sabtu, 07 Juli 2012

Bersama Intang

Akhirnya malam ini hujan tidak turun menyapa malam yang selalu ku nanti.
Lalu sebuah rencana seperti malam-malam itu akan segara ku lakukan lagi. Setelah rutinitas bermusik ini selesai, setelah kantong ini lumayan penuh dan memenuhi target, akan segera ku lakukan.

"Sepertinya sudah cukup ini... hemmm lumayan malam ini lebih seribu lima ratus, Itang aku datang..!!" kataku dengan semangat.
Lalu dengan segera mengambil kantong plastik yang sempat ku titipkan pada bu Ratih, sang pemilik kios kecil di ujung jalan Sudirman. Isinya bukan apa-apa, hanya sebuah tumpukan kertas yang masih bisa ku jadikan buku karena masih terdapat sisi yang kosong dan juga sebuah pensil merah yang pernah ku temukan di dekat tong sampah.

***

Akhirnya sampai juga. Langkah kaki ini semakin semarak seperti gejolak rinduku pada Itang. Sudah tiga hari ini, aku tak menemuinya karena hujan.
"Hah.... selamat malam Itang...!!" Sapaku semangat sambil mengambil posisi nyaman dimana aku bisa lebih jelas memandangnya.
"Maaf tiga hari ini aku tak mengunjungimu dan kau tahu itu karena hujan. Toh kalau pun aku datang, kau tetap tak bisa ku jumpai. Tapi tenang Itang, aku sudah menuliskan cerita apa saja yang terlewatkan selama 3 hari ini." Lanjutku sambil memberikan senyuman seolah merayu, lalu mulai membacakannya.

"Itang, hari pertama itu karena hujan lebat seharian, aku tak bisa dapat banyak dan sialnya lagi-lagi pria dewasa itu datang dan sempat merogoh-rogoh lagi tang. Aku takut kalau aku teriak, kau ingatkan kejadian sebulan yang lalu? karena mencoba berteriak kemudian ia menyisakan goresan pada betisku. Hemmm... Oh ya Itang dihari kedua, ada ibu-ibu datang nyamperin terus kasih aku sebungkus nasi. Kali ini bukan rombongan seperti biasa. Ibu itu datang, terus bicara sebentar, lalu pergi begitu saja. Tapi aku suka sekali dengan senyumnya, entah kenapa aku merasakan sesuatu yang beda. Dan setelah ibu itu pergi, sempat terlintas apakah ibuku itu seperti itu?. Tapi aku rasa tidak, karena tidak mungkin ia meninggalkan aku begitu saja. Ingatkan bagaimana ibunya Rani, Iwan, apalagi ibunya Sarah."
Entah kenapa sampai pada cerita ini, dadaku sesak sekali. Tapi aku harus segera menyelesaikan ceritaku ini, " Itang, hehehehe... aku ingin menangis, tapi tenang saja akan ku ceritakan sampai selesai. Kemarin, aku bertemu Eko, dia menggandeng Rani. Emmm... aku akhirnya tahu bagaimana rasanya cemburu tang...!! Tapi tak apa, hari ini aku bisa menyapamu itu sudah lebih dari cukup."
Menyapu air mata yang kemudian mengalir hebat di pipi sambil memasukkan kembali kertas itu kedalam plastik.
"Itang... emmmm... Itang... di di di si i i ni se se se sak...!." Kataku dengan terbata-bata karena menahan teriakan yang sudah didahului dengan derasnya derai air mata.
"Itang terima kasih ya selalu menemaniku. Kau harta berharga untukku. Aku harus segera pulang, besok aku tidak bisa datang dan mungkin seminggu, tapi semoga aku bisa menemui, atau paling tidak bisa memandang jelas wajahmu walaupun bukan disini aku memandangnya. Aku pulang ya Itang, AKU SAYANG KAMU!!"

Itang, sapaan ku untuk bintang selama tiga tahun ini. Tiga tahun yang lalu, aku pernah tergopoh-gopoh dengan memar dikaki, lalu karena tak kuat aku beristirahat disitu, di tempat aku duduk tadi. Mata ku yang bengkak terpesona dengan bintang malam itu dan aku melihat jejeran bintang yang tersenyum padaku. Lalu malam itu aku beranikan diri untuk bercerita padanya, tentang kelakuan Geteng. Malam itu yang ke tiga kalinya Geteng menjamah tubuhku. Dulu Geteng adalah harapan untukku tapi entah kenapa ia pun suka sekali memukulku. Aku pikir ia benar-benar mencintaiku. Seorang Pria dewasa. Aku sempat merasa nyaman dengannya. Tapi beruntung malam itu adalah malam terakhir, karena seminggu kemudian Ia mati tertikam musuhnya.
Hemmm... malam terakhir dan awal untukku, yang akhirnya bertemu Itang. Sebelumnya aku sudah pernah bertemu, tapi malam dengan senyum Itang itu, jadi awal aku merasakan bahwa bintang bukan hanya perhiasan yang kupunya pada malam hari, bukan hanya sekedar harta yang bisa sedikit ku banggakan dari keberadaanku. Walaupun aku tahu bintang itu bukan hanya untukku.
Sejak malam itu, aku selalu bersyukur karena aku punya Itang. Walaupun setiap kali aku berjumpa dengannya, aku harus berada ditempat yang sangat menyengat bau busuknya, karena berjarak 3 meter dari situ ada TPS. Tapi biarlah bau, yang penting aku bisa dengan nyaman berada disini, tanpa ada yang mengganggu. Memang kata orang-orang ada tempat lain yang jauh lebih menarik, tapi terlalu jauh, sedangkan aku hanya punya waktu sebentar untuk bisa menemui Itang.
"Tuhan, seminggu ini aku tak akan bertemu Itang, kalau boleh, nanti ketika aku bisa menemuinya, jangan hujan ya..., atau jangan mendung ya Tuhan, karena aku akan bercerita lagi padanya." Doaku dalam hati sambil berjalan cepat, karena kalau telat pulang, bisa-bisa memar lagi badanku.



NonaHana
010811 - 21.57 WITA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar