Senin, 11 Agustus 2014

Mimpi 23 Tahun

Menikah…
Selain dari mereka yang memilih hidup untuk tidak menikah, diluar sana pasti banyak sekali wanita yang menginginkannya. Menentukan kriteria, memasang target, menerima perjodohan atau mungkin memimpikannya tetapi terlalu asik dengan karirnya. Banyak cerita dan alasan.

Menikah bagiku adalah mimpi yang telah aku rancang sejak duduk dibangku sekolah menengah pertama. Mimpi yang ingin ku wujudkan diusia 23 tahun.
23 tahun itu hasil dari perhitungan matang termasuk didalamnya masa kerja setelah lulus kuliah, yang artinya kuliahku harus selesai tepat waktu.
23 tahun? menikah muda? itu tak mengapa bagiku. Banyak cerita tentang menikah muda dan aku termasuk yang optimis tentang hal ini.

***
“cantiknya anak mama” pujian mama seketika setelah melihat penampilanku
“makasih mah, hemmm rasanya ga karuan mah” ungkapku
“itu biasa, mema juga dulu begitu, nikmatilah hari bahagiamu rin” jawab mama sambil menggenggam erat tanganku yang mulai bergetar tanpa irama merdu.

Hari ini mimpiku terwujud, menikah diusia 23 tahun. Sebuah tekad kuat dan Tuhan mengabulkannya. Bagiku mungkin Tuhan mengerti keinginan hatiku. Bukan sekedar tentang menikah muda tetapi ini tentang sebuah kerinduan.

***
“mah… kali ini aku ingin serius bertanya” kataku meyakinkan
“iya ada apa rin?”
“kapan aku bisa tahu dan berjumpa papa?”
“hmmm… bila kau dewasa dan akan menikah, mama janji, papamu akan ada mendampingimu. Hanya saja saat ini belum bisa rin”

Sejak hari itu, setiap hari kulewati dengan terus mengingat janji mama dan berdoa supaya papa sehat selalu. Banyak alasan sebenarnya untuk bisa tak mempedulikannya, tetapi tetap saja aku peduli. Mama pernah berkata “rin, bila kau ingin mengenali papamu, bercerminlah, kau mewarisi wajahnya. Bila kau ingin merasakan pelukannya, katakana pada mama, kami punya pelukan yang sama”.

***
Dua pasang mata yang membuatku tak berdaya. Pandangan dua pria yang hampir sama, yang satu ku kenali pandangan itu, dia pria yang akan kunikahi. Yang sepasang lainnya baru tetapi seperti dekat denganku. Senyumnya, cara dia menaikkan alis kanannya dan  tahi lalat di bawah mata. Inilah pria yang dari awal persiapan pernikahanku 10 kali menelponku. Tidak lama hanya selalu membuatku tak sabar menanti hari ini.

Hari ini kami bertemu. Hari ini aku bisa melihat wajahku dalam wujud pria dengan tinggi badan sedikit melebihi sang mempelai pria. Kulit coklat  dengan sedikit jenggot dan kumis diwajahnya. Bahu yang sangat lebar. 
Hari yang ku nantikan untuk bisa menikmati tatapan matanya. Pelukan yang selama ini diwakili, sekarang bisa kurasakan sedikit bedanya. Bedanya berada pada pelukan tubuh yang besar, kecupan dengan tambahan kumis dan jenggot yang bisa kurasakan gelinya menyapa wajahku.

Papa bukan pria yang kaku, apalagi saat dia mengajakku berdansa. Mungkin ini bonus untuk mimpiku. Berdansa dengannya yang artinya aku bisa lebih lama untuk menggenggam tangannya, menatap wajahnya, memeluknya sambil terus menikmati aroma tubuhnya.

***
“rina, ini ada surat titipan dari papa semalam” kata mama sambil menyodorkan setumpuk surat.

Setempuk surat yang telah papa buat sejak aku masih dalam kandungan mama. Setiap rindu dan sayang yang ingin di ungkapkan tetapi tak bisa disampaikannya. Bahkan surat terakhir setelah dia usai menghadiri pernikahanku sebelum akhirnya dia jatuh tak sadarkan diri didekat tempat tidurnya.

Banyak cerita yang dia sampaikan disurat. Aku pun paham, kenapa dia tak menikah. Aku bisa mengartikan tatapan ibu yang bahagia kemarin. Cinta yang mereka tetap jaga dengan janji yang ditepati walaupun tak bisa bersatu.

“Selamat jalan papa, terima kasih. Aku menyayangimu…” bisikku pada telinga dari tubuh yang telah kaku dan dingin


#NonaHana #08071