Akhirnya malam ini hujan tidak turun menyapa malam yang selalu ku nanti.
Lalu
sebuah rencana seperti malam-malam itu akan segara ku lakukan lagi.
Setelah rutinitas bermusik ini selesai, setelah kantong ini lumayan
penuh dan memenuhi target, akan segera ku lakukan.
"Sepertinya sudah cukup ini... hemmm lumayan malam ini lebih seribu lima ratus, Itang aku datang..!!" kataku dengan semangat.
Lalu
dengan segera mengambil kantong plastik yang sempat ku titipkan pada bu
Ratih, sang pemilik kios kecil di ujung jalan Sudirman. Isinya bukan
apa-apa, hanya sebuah tumpukan kertas yang masih bisa ku jadikan buku
karena masih terdapat sisi yang kosong dan juga sebuah pensil merah yang
pernah ku temukan di dekat tong sampah.
***
Akhirnya
sampai juga. Langkah kaki ini semakin semarak seperti gejolak rinduku
pada Itang. Sudah tiga hari ini, aku tak menemuinya karena hujan.
"Hah.... selamat malam Itang...!!" Sapaku semangat sambil mengambil posisi nyaman dimana aku bisa lebih jelas memandangnya.
"Maaf
tiga hari ini aku tak mengunjungimu dan kau tahu itu karena hujan. Toh
kalau pun aku datang, kau tetap tak bisa ku jumpai. Tapi tenang Itang,
aku sudah menuliskan cerita apa saja yang terlewatkan selama 3 hari
ini." Lanjutku sambil memberikan senyuman seolah merayu, lalu mulai
membacakannya.
"Itang, hari pertama itu karena hujan lebat
seharian, aku tak bisa dapat banyak dan sialnya lagi-lagi pria dewasa
itu datang dan sempat merogoh-rogoh lagi tang. Aku takut kalau aku
teriak, kau ingatkan kejadian sebulan yang lalu? karena mencoba
berteriak kemudian ia menyisakan goresan pada betisku. Hemmm... Oh ya
Itang dihari kedua, ada ibu-ibu datang nyamperin terus kasih aku
sebungkus nasi. Kali ini bukan rombongan seperti biasa. Ibu itu datang,
terus bicara sebentar, lalu pergi begitu saja. Tapi aku suka sekali
dengan senyumnya, entah kenapa aku merasakan sesuatu yang beda. Dan
setelah ibu itu pergi, sempat terlintas apakah ibuku itu seperti itu?.
Tapi aku rasa tidak, karena tidak mungkin ia meninggalkan aku begitu
saja. Ingatkan bagaimana ibunya Rani, Iwan, apalagi ibunya Sarah."
Entah
kenapa sampai pada cerita ini, dadaku sesak sekali. Tapi aku harus
segera menyelesaikan ceritaku ini, " Itang, hehehehe... aku ingin
menangis, tapi tenang saja akan ku ceritakan sampai selesai. Kemarin,
aku bertemu Eko, dia menggandeng Rani. Emmm... aku akhirnya tahu
bagaimana rasanya cemburu tang...!! Tapi tak apa, hari ini aku bisa
menyapamu itu sudah lebih dari cukup."
Menyapu air mata yang kemudian mengalir hebat di pipi sambil memasukkan kembali kertas itu kedalam plastik.
"Itang...
emmmm... Itang... di di di si i i ni se se se sak...!." Kataku dengan
terbata-bata karena menahan teriakan yang sudah didahului dengan
derasnya derai air mata.
"Itang terima kasih ya selalu menemaniku.
Kau harta berharga untukku. Aku harus segera pulang, besok aku tidak
bisa datang dan mungkin seminggu, tapi semoga aku bisa menemui, atau
paling tidak bisa memandang jelas wajahmu walaupun bukan disini aku
memandangnya. Aku pulang ya Itang, AKU SAYANG KAMU!!"
Itang,
sapaan ku untuk bintang selama tiga tahun ini. Tiga tahun yang lalu,
aku pernah tergopoh-gopoh dengan memar dikaki, lalu karena tak kuat aku
beristirahat disitu, di tempat aku duduk tadi. Mata ku yang bengkak
terpesona dengan bintang malam itu dan aku melihat jejeran bintang yang
tersenyum padaku. Lalu malam itu aku beranikan diri untuk bercerita
padanya, tentang kelakuan Geteng. Malam itu yang ke tiga kalinya Geteng
menjamah tubuhku. Dulu Geteng adalah harapan untukku tapi entah kenapa
ia pun suka sekali memukulku. Aku pikir ia benar-benar mencintaiku.
Seorang Pria dewasa. Aku sempat merasa nyaman dengannya. Tapi beruntung
malam itu adalah malam terakhir, karena seminggu kemudian Ia mati
tertikam musuhnya.
Hemmm... malam terakhir dan awal untukku, yang
akhirnya bertemu Itang. Sebelumnya aku sudah pernah bertemu, tapi malam
dengan senyum Itang itu, jadi awal aku merasakan bahwa bintang bukan
hanya perhiasan yang kupunya pada malam hari, bukan hanya sekedar harta
yang bisa sedikit ku banggakan dari keberadaanku. Walaupun aku tahu
bintang itu bukan hanya untukku.
Sejak malam itu, aku selalu
bersyukur karena aku punya Itang. Walaupun setiap kali aku berjumpa
dengannya, aku harus berada ditempat yang sangat menyengat bau busuknya,
karena berjarak 3 meter dari situ ada TPS. Tapi biarlah bau, yang
penting aku bisa dengan nyaman berada disini, tanpa ada yang mengganggu.
Memang kata orang-orang ada tempat lain yang jauh lebih menarik, tapi
terlalu jauh, sedangkan aku hanya punya waktu sebentar untuk bisa
menemui Itang.
"Tuhan, seminggu ini aku tak akan bertemu Itang,
kalau boleh, nanti ketika aku bisa menemuinya, jangan hujan ya..., atau
jangan mendung ya Tuhan, karena aku akan bercerita lagi padanya." Doaku
dalam hati sambil berjalan cepat, karena kalau telat pulang, bisa-bisa
memar lagi badanku.
NonaHana
010811 - 21.57 WITA